“Perempuan yang Terjajah”
Perempuan sudah terjajah sejak dalam pikiran (mereka), memandang seakan-akan semua perempuan adalah pelacur.
Lalu kebebasan yang mereka artikan adalah, bahwa lepas dari landasan sebagaimana fitrah perempuan memanglah berada di rumah. Padahal perempuan ingin bebas dari penjara (pikiran) mereka.
Yang katanya kaum lemah, kaum yang hanya bisa merengek meminta di manjakan dan di pedulikan. Namun tuntutan perempuan hanyalah ingin ruang yang aman.
Akan tetapi, semua yang terjadi akan kembali pada diri sendiri. Dimana sebagai perempuan, haruslah mengetahui diri sendiri bahwa perempuan bukanlah kaum yang lemah, bahwa perempuan harus saling merangkul. Tidak menunjukkan sikap apatis, sebab apa yang menjadi keresahan adalah apa yang akan kita (perempuan) alami.
Kebanyakan perempuan terlalu egois, terlalu memikirkan hanya diri sendiri. Beberapa pula bersembunyi di balik kata korban, ingin menang sendiri. Lalu menuntut kesetaraan tanpa tahu bahwa diri mereka jauh lebih tinggi di bandingkan laki-laki, jauh lebih mulia dari laki-laki. Belum tahu membedakan mana yang menjadi hak perempuan dan mana yang menjadi kewajiban seorang perempuan.
Contoh Perempuan yang Apatis Menurut Opini Saya
Saya ingin mengambil contoh dari kasus yang sedang viral saat ini, tanpa menyebutkan namanya saya hanya akan menyebutkan ciri-ciri kasusnya. Saat ini si perempuan yang tengah viral itu, di bully habis-habisan oleh netizen dan sebagian besar netizen yang berkomentar adalah perempuan. Menurut saya, ini adalah sikap apatis yang di tunjukkan oleh perempuan terhadap perempuan yang lain. Mengapa?? Perempuan yang seharusnya saling merangkul dan saling berpegang tangan namun malahan perempuan itu sendiri yang menyerang perempuan lain. Dengan dalih bahwa “untung saja bukan saya yang mengalami itu”, “itu bukan saya jadi saya tidak peduli”. Seharusnya kalimat yang digunakan adalah, “bila itu terjadi pada saya”. Ini adalah contoh kalimat yang tentu saja peduli terhadap apa yang di alami perempuan lain.
Bukan berarti saya menyebut si perempuan ini tidak bersalah atas kasus yang di alaminya, namun tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Saya juga sedikit ingin kritik mengenai orang-orang yang berkomentar tentang alat vital si laki-laki. Menurut saya di sini agak membawa fisik, berkomentar jelek pula terhadap si laki-laki. Ini adalah bentuk serangan (body shamming), mana yang berkomentar rata-rata adalah perempuan. Terkadang ada perempuan yang tak ingin direndahkan tapi mereka malah menunjukkan bahwa mereka memang pantas direndahkan.
Dimana Letak Kesalahan Perempuan dalam Menuntut Kesetaraan Bagi Mereka?
Menurut dari apa yang saya amati dan temukan, saya rasa ada kesalahan dalam penuntutan perempuan tentang kesetaraan. Cara berpikir mereka, yang menurut saya masih ada keterlibatan perasaan yang selalu ingin menang sendiri. Serta masih melakukan tindakan seksisme terhadap perempuan lain. Dimana mengakui diri bahwa mereka adalah bagian dari pejuang feminisme, namun sikap mereka yang sangat berbeda jauh dengan pengakuan mereka.
Menurut saya sendiri, seharusnya yang kita tuntut saat ini adalah keadilan bagi perempuan. Karena menurut saya kesetaraan itu mustahil, karena untuk benar-benar menyetarakan perempuan dan laki-laki itu mungkin hampir tidak bisa sama sekali. Namun keadilan, tentu saja bisa kita (perempuan) gapai.
Pesan Perempuan untuk Perempuan
Dan tentu saja saya tidak merasa bahwa cara berpikir saya sudah sangat benar dan si paling benar, saya hanya melontarkan apa yang berada dalam pikiran saya. Serta saya sangat berharap para perempuan yang membaca opini ini, untuk terus saling merangkul sesama perempuan, menghilangkan sikap apatis yang di anutnya. Dan bahwa perempuan itu adalah pelaku dirinya sendiri, sebelum mengolok-olok orang lain kita harus kembali pada diri kita, apa yang sedang kita lakukan, apa yang sedang kita perjuangkan, apa yang sedang kita lawan. Semua itu harus kita pikirkan baik-baik.
Writer : Andi Nur Salsabila (Mahsiswi Jurusan Perbankan Syariah UINAM Angkatan 2021)
