Indonesia yang hari ini di persimpangan jalan antara negara hukum atau negara kekuasaan kembali menjadi fenomena yang sangat penting untuk kita bahas bersama.
negara yang hari ini di pimpin oleh Prabowo -gibran mencerminkan bahwasannya Indonesia menjadi bayang- bayang negara kekuasaan yang di nikmati oleh segelintir orang saja, ekonomi yang hari ini ini di nikmati oleh segelintir elit, pendidikan yang di reproduksi menjadi alat komoditas,dan hukum yang semestinya menjadi pelindung rakyat justru di manfaatkan oleh orang orang yang punya jabatan dan kekuasaan.
negara yang hari ini di pimpin oleh Prabowo -gibran mencerminkan bahwasannya Indonesia menjadi bayang- bayang negara kekuasaan yang di nikmati oleh segelintir orang saja, ekonomi yang hari ini ini di nikmati oleh segelintir elit, pendidikan yang di reproduksi menjadi alat komoditas,dan hukum yang semestinya menjadi pelindung rakyat justru di manfaatkan oleh orang orang yang punya jabatan dan kekuasaan.
Sejak reformasi 1998, Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi dengan sistem pemilu yang relatif terbuka dan kompetitif Namun dalam dua dekade terakhir, praktik politik dinasti semakin menguat,khususnya setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIII/2015 yang membatalkan larangan politik dinasti dalam Undang-Undang Pilkada. Keputusan ini membuka peluang bagi keluarga pejabat untuk mencalonkan diri dalam pemilu yang berdampak pada peningkatan jumlah elit yang menduduki struktur kepemerintahan dengan latar belakang politik dinasti.
Pemilu 2024 menjadi titik krusial dalam perdebatan mengenai kemunduran demokrasi di Indonesia ,setelah fenomena Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo yang resmi dicalonkan dan terpilih sebagai Wakil Presiden setelah adanya perubahan mendadak dalam aturan pencalonan usia minimum.padahal Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah memberantas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Maka upaya Presiden Jokowi memaksakan anaknya menjadi Cawapres dianggap sudah menghidupkan Kembali penyakit orde baru yaitu KKN dan ini dianggap telah mencederai dan mengancam demokrasi di Indonesa.
Maka melihat kondisi bangsa yang di ambang kehancuran maka perlu kira nya ada pendobrak untuk bagaimana kemudian kembali menghidupkan apa yang menjadi cita cita leluhur bangsa kita yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.banyak nya suara yang hari ini dibungkam, banyak nya kemudian tindakan represisf kepada mahasiswa kritis , di culik, diasingkan dan bahkan dibunuh yang menandakan bahwa ada siasat para penguasa untuk melanggengkan status quo nya.menarik dari sejarah historis, kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari bagaimana kemudian peran seorang mahasiswa dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa atau dalam hal ini mahasiswa sebagai jembatan kemerdekaan Indonesia.maka diperlukan upaya yang cukup serius bagi tiap tiap mahasiswa meningkatkan kesadaran kolektif dalam membaca arah bangsa kedepannya.
Menurut Louis althusser kekuasaan dapat dipertahankan melalui dua jenis "aparatus negara" yaitu aparatus negara represif (RSA) dan aparatus negara ideologis (ISA) yang masing masing bekerja sama untuk mempertahankan dominasi kelas penguasa.Ketika negara ditempatkan dalam konteks RSA, maka segala institusi yang kita yakini sebagai institusi penegakan hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Penjara dll) dipakai untuk menjamin kekuasaan segelintir golongan yang mendominasi model produksi dan hubungan produksinya agar eksploitasi proyek tetap berlangsung. Selanjutnya, ketika negara ditempatkan dalam konteks ISA, maka seluruh institusi seperti (sekolah ,kampus,dll)tempat kita berada dan bergantung secara sosial hanyalah penjelmaan dari ideologi yang secara sadar dan tak sadar menuntut kita untuk taat, tunduk dan patuh terhadap satu otoritas tunggal tanpa melakukan kritik serta analisis secara mendalam tentang apa yang sudah di ajarkan.mereka membentuk cara individu berpikir agar mengikut dengan sistem,yang ditanamkan sejak dini dan kemudian menjadikan setiap apa yang akan kita lakukan sebagai cerminanan dari ideologi tersebut.maka muncullah segala bentuk ketimpangan dan ketidakadilan yang disebabkan oleh relasi kuasa dan ideologi.
Kekuasaan tidak selalu tunggal tapi menyebar dengan berbagai mekanisme,maka dari itu diperlukan upaya resistensi dan oposisi untuk mengubah sistem tersebut.dimulai dari kesadaran tiap tiap individu untuk belajar dan bijak dalam melihat situasi dan kondisi di sekitar nya, kemudian mendidik, mengatur, dan mengorganisir massa dari tatanan akar rumput,atau dalam hal ini seperti yang dikatakan oleh Antonio gramsici ,diperlukan para intelektual organik yaitu tokoh dari rakyat yang mampu menyadarkan masyarakat terhadap struktur penindasan yang terjadi.
Penulis: Muh Akhwan Al Wahda
Editor: Al-Fina Nur