Covid-19 atau novel Corona virus, belakangan ini tengah mengguncang hampir 200 negara di dunia. virus ini pertama kali dilaporkan muncul di Wuhan, ibukota provinsi Hubei China pada 17 November 2019 lalu, dan oleh WHO telah ditetapkan sebagai Public Health Emergency of International Concern (Darurat Kepedulian Kesehatan Masyarakat Internasional) pada 30 Januari 2020, dan Pandemi pada 11 Maret 2020.
Sejak awal diidentifikasi hingga kini, terlapor covid-19 ini telah menginfeksi kurang lebih 1,6 juta jiwa di dunia, sedangkan di Indonesia sendiri, terhitung sebanyak 3.293 jiwa telah positif terinfeksi. virus yg muncul secara mendadak disertai dengan tingkat penyebaran cepat ini juga telah merenggut puluhan ribu jiwa di seluruh dunia, seperti yang dilansir dalam media kompas per April 2020, tercatat sebanyak 95.604 jiwa telah meninggal dunia.
Dengan gugurnya sekian ribu jiwa, virus ini telah mengubah wajah dunia di berbagai sektor kehidupan, beragam kebijakan tengah ditempuh oleh berbagai negara demi menuntaskan penyebaran pendemi ini. tak terkecuali Indonesia, Sejak pertama kemunculannya, virus yang menular dan menyebar melalui kontak (langsung maupun tidak langsung)dengan si penderita ini, mengharuskan pemerintah dengan segera mengeluarkan kebijakan, tapi sayangnya saat dunia sedang sibuk melakukan tahap antisipatif, negara ini masih membuka jalur pariwisatanya, seakan-akan tidak gentar dengan kondisi dunia yg tengah panik. apalah daya, barulah pada saat kasus pertama ditemukan serta penyebaran yang tak terkendali pemerintah kemudian vmenetapkan beberapa kebijakan darurat seperti: social (physical) distancing dan Work from home (WFH) akan tetapi seiring dengan bertambahnya pasien positif serta kurang masifnya kebijakan social distancing dimasyarakat, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan terbaru, yakni tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diiringi darurat keamanan sipil. kebijakan-kebijakan ini dibuat dengan harapan mata rantai penyebaran covid-19 ini segera berakhir.
Kemanusiaan?
Setiap negara punya caranya masing-masing dalam menghadapi pendemi ini, misalnya saja di bidang tranparansi , beberapa negara didunia seperti Korea Selatan, Singapura dan jepang, memilih untuk memberikan transparansi seputar rekam jejak perjalanan dari pasien, hal ini dilakukan agar masyarakat awam tahu serta menghindari daerah-daerah yg menjadi zona merah dari penyebaran covid-19 ini.
Tak seperti halnya negara-negara diatas, pemerintah Indonesia justru memutuskan untuk tidak melakukan transparansi. seperti yang di kutip dalam pernyataan presiden Indonesia, alasan pemerintah memutuskan kebijakan ini dikarenakan mereka tidak ingin menambah keresahan dan kepanikan ditengah masyarakat. tapi sayangnya langkah ini justru menimbulkan masalah baru, dengan minimnya informasi seputar penyebaran pendemi, membuat masyarakat saling mencurigai satu sama lain, dan akhirnya terjadilah kasus-kasus diskriminatif dalam masyarakat.
Misalnya saja, beberapa pekan terakhir diberbagai media ramai dibincangkan terdapat beberapa daerah yang menolak memakamkan jenazah covid-19 di wilayahnya, mereka khawatir dengan adanya kemungkinan penyebaran pendemi ini di wilayah mereka. bahkan ada beberapa jenazah yang terpaksa menunggu untuk dikebumikan hingga berjam-jam karena ditolak di-4 daerah berbeda.semua ini terjadi sebab terbatasnya edukasi seputar pendemi covid-19 di masyarakat. teramat miris keadaan masyarakat saat ini, rasa khawatir terhadap keselamatan sendiri menjadi penyebab hadirnya krisis kemanusiaan, saat dunia sudah cukup menderita dengan adanya pandemi ini, kini harus diiringi pula dengan krisis kemanusiaan , sifat individual manusia kini telah menutup fakta manusia sebagai makhluk sosial.
Bumi Membaik?
Selalu ada hikmah yang dapat dipetik dari setiap kejadian, mungkin kalimat ini yang dapat menggambarkan suatu sisi keadaan sekarang. Saat dunia sedang kocar-kacir menghadapi pendemi covid-19, baru-baru ini NASA merilis berita yang mengharukan, NASA membagikan potret Bumi yang jauh lebih bersih. Nampak dari potret Bumi yang diunggah NASA ini daerah Cina yang pada 1 Januari 2020 hingga 20 Januari 2020 didominasi tingkat polusi yang tinggi, berkurang drastis pada 10 Februari 2020 hingga 25 Februari 2020.
Adanya kebijakan lockdown dibanyak negara, sementara waktu menghentikan aktivitas-aktivitas industri dan produksi dunia, yang selama ini merupakan salah satu donatur terbesar polusi udara. dengan berkurangnya emisi karbon, bumi kini tampak lebih segar dan cerah, pemanasan global pun kian berkurang. tak hanya itu, virus covid-19 ini juga membawa dampak positif khususnya disalah satu kanal di venice, Italia. belakangan ramai dimedia, kanal yg menjadi objek wisata sekaligus tempat kapal berlalu lalang itu kini memiliki air yg jernih. Sungguh tak disangka Virus yg telah merenggut puluhan ribu jiwa ini, sekarang menjadi solusi dari masalah lingkungan yang selama ini tak dapat dipecahkan.
Pandemi ini mengubah wajah dunia dalam berbagai sektor kehidupan, baik itu negatif maupun positif. sejatinya bumi telah lama mengirimkan teguran² berupa bencana kepada manusia, tapi sayangnya manusia khususnya para elit Borjuis kapitalis, tak pernah menghiraukan dampak lingkungan yang muncul dari proses produksi dan ekploitasi besar-besaran yang selama ini telah mereka lakukan. Bumi kini murka, terlalu lama tereksploitasi ia memilih mengeliminasi, sebagai peringatan bagi penghuni, agar lebih melindungi.
Kepada Bumi yang sibuk, selamat beristirahat sejenak :").
Penulis : Nurul Ariska
Selamat datang di official blog Himpunan Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah UIN Alauddin Makassar.
Sabtu, 11 April 2020
Jumat, 10 April 2020
Pembatasan Sosial Berskala Besar? Bagaimana Dengan Buruh?
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Penyakit ini pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019 di Wuhan dan sejak saat itu menyebar secara global. Sejak Februari 2020 banyak negara yang mulai melakukan antisipasi untuk mengurangi penyebaran covid-19 lain halnya dengan Indonesia, Pemerintah Pusat malah kebanyakan bercanda dan fokus membuat beberapa RUU yang menurut saya tidak masuk akal. Namun sejak 2 Maret 2020, dua orang WNI teridintefikasi covid-19 di Depok dan sejak saat itu setiap hari kasus covid-19 di Indonesia semakin meningkat.
Dengan menyebarnya pandemi covid-19 ini membuat pemerintah menganjurkan agar masyarakat melakukan work from home untuk mengurangi penyebaran virus ini. Berbeda dengan beberapa Negara yang lain yang menetapkan kebijakan Karantina Wilayah (lockdown) dan menanggung kebutuhan masyarakat kelas bawah (proletar) selama masa lockdown, di Indonesia sendiri pemerintah tidak mengambil kebijakan lockdown itu yang ada malah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang dimaksud dengan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 untuk mencegah penyebarannya. Aturan pelaksanaan dari PP tersebut telah tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Berdasarkan peraturan tersebut, PSBB meliputi Peliburan sekolah dan tempat kerja, Pembatasan kegiatan keagamaan, Pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum, Pembatasan kegiatan sosial dan budaya, Pembatasan moda transportasi, dan Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan kemanan.
Kebijakan PSBB memang sangat efektif untuk mengurangi penyebaran virus, namun bagaimana dengan buruh? Terutama untuk buruh yang makannya tergantung pada pendapatan hariannya?. Buruh juga manusia biasa yang tidak kebal dengan virus, tetapi jika tidak keluar untuk bekerja, mau makan apa mereka? Bukankah dalam kondisi seperti ini pemerintah seharusnya mau mengeluarkan dana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat proletar agar mereka bisa tinggal dirumah untuk mengurangi penyebaran virus ini. Alih-alih mengeluarkan dana atau semacamnya, pemerintah pusat justru memanfaatkan situasi ini untuk mengesahkan beberapa RUU yang ditolak oleh banyak masyarakat seperti RUU KUHP, RUU Cipta Kerja,dll. Dan membuat beberapa peraturan yang mencoba membungkam masyarakat seperti peraturan pelarangan kritik terhadap presiden. Masyarakat bisa apa? Ingin melakukan protes dengan turun kejalan untuk saat ini tidak mungkin, sebab covid-19 masih terus menyebar, melakukan protes melalui tulisan? Jika turun kejalan saja pemerintah tidak pernah mendengar keluhan rakyat, apalagi lewat tulisan.
Dalam situasi seperti masyarakat tidak membutuhkan RUU – RUU itu, masyarakat hanya membutuhkan percepatan penanganan covid-19 dengan lockdown total dan pemenuhan kebutuhan pokok. Sejak diumukannya dua WNI yang teridentifikasi Covid-19 sampai 9 April 2020 sudah 3.293 Kasus positif covid-19 (280 Meninggal dan 252 Sembuh) untuk wilayah Indonesia. Andai saja pemerintah memang mengantisipasi sejak awal dengan fokus untuk menangani covid-19 dengan pembatasan akses keluar/masuk negeri, mungkin sampai sekarang tidak ada WNI yang teridentifikasi positif covid-19.
Penulis: Arnianti
Dengan menyebarnya pandemi covid-19 ini membuat pemerintah menganjurkan agar masyarakat melakukan work from home untuk mengurangi penyebaran virus ini. Berbeda dengan beberapa Negara yang lain yang menetapkan kebijakan Karantina Wilayah (lockdown) dan menanggung kebutuhan masyarakat kelas bawah (proletar) selama masa lockdown, di Indonesia sendiri pemerintah tidak mengambil kebijakan lockdown itu yang ada malah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang dimaksud dengan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 untuk mencegah penyebarannya. Aturan pelaksanaan dari PP tersebut telah tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Berdasarkan peraturan tersebut, PSBB meliputi Peliburan sekolah dan tempat kerja, Pembatasan kegiatan keagamaan, Pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum, Pembatasan kegiatan sosial dan budaya, Pembatasan moda transportasi, dan Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan kemanan.
Kebijakan PSBB memang sangat efektif untuk mengurangi penyebaran virus, namun bagaimana dengan buruh? Terutama untuk buruh yang makannya tergantung pada pendapatan hariannya?. Buruh juga manusia biasa yang tidak kebal dengan virus, tetapi jika tidak keluar untuk bekerja, mau makan apa mereka? Bukankah dalam kondisi seperti ini pemerintah seharusnya mau mengeluarkan dana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat proletar agar mereka bisa tinggal dirumah untuk mengurangi penyebaran virus ini. Alih-alih mengeluarkan dana atau semacamnya, pemerintah pusat justru memanfaatkan situasi ini untuk mengesahkan beberapa RUU yang ditolak oleh banyak masyarakat seperti RUU KUHP, RUU Cipta Kerja,dll. Dan membuat beberapa peraturan yang mencoba membungkam masyarakat seperti peraturan pelarangan kritik terhadap presiden. Masyarakat bisa apa? Ingin melakukan protes dengan turun kejalan untuk saat ini tidak mungkin, sebab covid-19 masih terus menyebar, melakukan protes melalui tulisan? Jika turun kejalan saja pemerintah tidak pernah mendengar keluhan rakyat, apalagi lewat tulisan.
Dalam situasi seperti masyarakat tidak membutuhkan RUU – RUU itu, masyarakat hanya membutuhkan percepatan penanganan covid-19 dengan lockdown total dan pemenuhan kebutuhan pokok. Sejak diumukannya dua WNI yang teridentifikasi Covid-19 sampai 9 April 2020 sudah 3.293 Kasus positif covid-19 (280 Meninggal dan 252 Sembuh) untuk wilayah Indonesia. Andai saja pemerintah memang mengantisipasi sejak awal dengan fokus untuk menangani covid-19 dengan pembatasan akses keluar/masuk negeri, mungkin sampai sekarang tidak ada WNI yang teridentifikasi positif covid-19.
Penulis: Arnianti
Langganan:
Komentar (Atom)