Jumat, 10 April 2020

Pembatasan Sosial Berskala Besar? Bagaimana Dengan Buruh?

       Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Penyakit ini pertama kali diidentifikasi pada Desember 2019 di Wuhan dan sejak saat itu menyebar secara global. Sejak Februari 2020 banyak negara yang mulai melakukan antisipasi untuk mengurangi penyebaran covid-19 lain halnya dengan Indonesia, Pemerintah Pusat malah kebanyakan bercanda dan fokus membuat beberapa RUU yang menurut saya tidak masuk akal. Namun sejak 2 Maret 2020, dua orang WNI teridintefikasi covid-19 di Depok dan sejak saat itu setiap hari kasus covid-19 di Indonesia semakin meningkat.

  Dengan menyebarnya pandemi covid-19 ini membuat pemerintah menganjurkan agar masyarakat melakukan work from home untuk mengurangi penyebaran virus ini. Berbeda dengan beberapa Negara yang lain yang menetapkan kebijakan Karantina Wilayah (lockdown) dan menanggung kebutuhan masyarakat kelas bawah (proletar) selama masa lockdown, di Indonesia sendiri pemerintah tidak mengambil kebijakan lockdown itu yang ada malah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang dimaksud dengan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 untuk mencegah penyebarannya. Aturan pelaksanaan dari PP tersebut telah tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Berdasarkan peraturan tersebut, PSBB meliputi Peliburan sekolah dan tempat kerja, Pembatasan kegiatan keagamaan, Pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum, Pembatasan kegiatan sosial dan budaya, Pembatasan moda transportasi, dan Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan kemanan.

       Kebijakan PSBB memang sangat efektif untuk mengurangi penyebaran virus, namun bagaimana dengan buruh? Terutama untuk buruh yang makannya tergantung pada pendapatan hariannya?. Buruh juga manusia biasa yang tidak kebal dengan virus, tetapi jika tidak keluar untuk bekerja, mau makan apa mereka? Bukankah dalam kondisi seperti ini pemerintah seharusnya mau mengeluarkan dana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat proletar agar mereka bisa tinggal dirumah untuk mengurangi penyebaran virus ini. Alih-alih mengeluarkan dana atau semacamnya, pemerintah pusat justru memanfaatkan situasi ini untuk mengesahkan beberapa RUU yang ditolak oleh banyak masyarakat seperti RUU KUHP, RUU Cipta Kerja,dll. Dan membuat beberapa peraturan yang mencoba membungkam masyarakat seperti peraturan pelarangan kritik terhadap presiden. Masyarakat bisa apa? Ingin melakukan protes dengan turun kejalan untuk saat ini tidak mungkin, sebab covid-19 masih terus menyebar, melakukan protes melalui tulisan? Jika turun kejalan saja pemerintah tidak pernah mendengar keluhan rakyat, apalagi lewat tulisan.

       Dalam situasi seperti masyarakat tidak membutuhkan RUU – RUU itu, masyarakat hanya membutuhkan percepatan penanganan covid-19 dengan lockdown total dan pemenuhan kebutuhan pokok. Sejak diumukannya dua WNI yang teridentifikasi Covid-19 sampai 9 April 2020 sudah 3.293 Kasus positif covid-19 (280 Meninggal dan 252 Sembuh) untuk wilayah Indonesia. Andai saja pemerintah memang mengantisipasi sejak awal dengan fokus untuk menangani  covid-19 dengan pembatasan akses keluar/masuk negeri, mungkin sampai sekarang tidak ada WNI yang teridentifikasi positif covid-19.



Penulis: Arnianti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar