Dari kegiatan IBOS yang diadakan oleh HMJ-PBS ada beberapa opini yang dituliskan oleh setiap anggota kelompok. Pada opini pertama dituliskan langsung oleh kelompok pertama yaitu mereka mengangkat opini mengenai;
"Memahami Perkembangan Literasi Keuangan Syariah dari Masa ke Masa serta
Mendiskusikan Potensi, Solusi, dan Strategi untuk Tantangan Tersebut"
Keuangan syariah di Indonesia bukanlah sekadar alternatif sistem keuangan, melainkan
manifestasi dari prinsip ekonomi Islam yang menyeimbangkan antara keadilan sosial, nilai
spiritual, dan efisiensi ekonomi. Perjalanan literasi keuangan syariah di Indonesia
merupakan narasi panjang tentang transformasi sosial, edukasi masyarakat, dan adaptasi
terhadap perubahan zaman. Dari hanya sebatas pemahaman normatif atas larangan riba dan
keharusan akad yang halal, kini keuangan syariah telah menjelma menjadi sektor industri
yang dinamis, kompleks, dan sarat tantangan global.
Pada fase awal perkembangannya, literasi masyarakat terhadap keuangan syariah masih
sangat minim. Sebagian besar pemahaman masyarakat hanya sebatas penghindaran
terhadap riba dalam transaksi sehari-hari tanpa memahami bagaimana prinsip-prinsip
syariah dapat diwujudkan dalam sistem perbankan dan keuangan. Momentum kebangkitan
dimulai sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada awal tahun 1990-an, yang menjadi
tonggak penting dalam sejarah keuangan syariah nasional. Kendala pada masa itu respons
masyarakat masih terbatas dan skeptisisme tinggi, kehadiran bank ini menjadi titik awal
edukasi publik mengenai operasional sistem keuangan yang berbasis prinsip syariah.
Seiring masuknya era reformasi dan globalisasi pada awal 2000-an, ekosistem keuangan
syariah mulai menemukan momentumnya. Pemerintah dan otoritas keuangan melibatkan
diri secara aktif dalam merumuskan regulasi yang mendukung perkembangan industri ini.
Edukasi dan sosialisasi mulai dijalankan melalui lembaga pendidikan, forum akademik,
hingga media massa. Pengetahuan masyarakat tidak lagi sebatas penghindaran terhadap
praktik riba, melainkan mulai merambah ke aspek teknis seperti akad murabahah, ijarah,
mudharabah, hingga sukuk. Ini merupakan perkembangan penting dalam proses peningkatan literasi yang menunjukkan adanya pergeseran dari pemahaman normatif ke
pemahaman aplikatif.
Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan bahwa pada tahun 2022, total aset
industri keuangan syariah Indonesia telah mencapai angka fantastis Rp 2.735,84 triliun,
meningkat 15,87% dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor pasar modal syariah
menyumbang sekitar 60% dari keseluruhan aset, diikuti oleh perbankan syariah yang
menguasai pangsa pasar sebesar 33,77%. Sementara itu, sektor Industri Keuangan NonBank Syariah tumbuh pesat sebesar 20,88%. Angka-angka ini bukan hanya mencerminkan
pertumbuhan finansial, tetapi juga menjadi indikator meningkatnya partisipasi masyarakat
dan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan berbasis syariah. Namun, keberhasilan
kuantitatif ini belum sepenuhnya mencerminkan kualitas pemahaman dan literasi
masyarakat terhadap nilai-nilai fundamental keuangan syariah.
Perkembangan pesat ini tidak lepas dari tantangan yang kompleks dan multidimensional.
Salah satu tantangan serius yang mencoreng kepercayaan publik terhadap institusi
keuangan syariah adalah insiden kebocoran data nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) pada
Mei 2023. Serangan siber yang dilakukan kelompok ransomware LockBit 3.0 berdampak
besar terhadap lebih dari 15 juta nasabah dan pegawai. Kebocoran data pribadi seperti
nama, nomor telepon, alamat, hingga saldo rekening dan riwayat transaksi menimbulkan
kegelisahan dan menurunkan tingkat kepercayaan terhadap keamanan layanan digital
perbankan syariah. Gangguan terhadap layanan ATM dan mobile banking selama sepekan
menjadi bukti konkret bahwa keamanan siber merupakan tantangan nyata dalam era
digitalisasi industri keuangan syariah.
Di tengah tantangan ini, masyarakat semakin menuntut institusi keuangan syariah untuk
tidak hanya mematuhi prinsip-prinsip fiqhiyah, tetapi juga unggul secara teknologi dan
regulasi. Literasi masyarakat terhadap prinsip keamanan data, penggunaan teknologi
finansial syariah (fintech), serta perlindungan konsumen menjadi semakin mendesak untuk
ditingkatkan. Maka dari itu, pendekatan literasi keuangan syariah tidak bisa lagi bersifat
linear dan sempit. Ia harus holistik, mencakup aspek religius, teknologis, regulatif, dan sosiologis.
Untuk merespons tantangan tersebut, langkah pertama yang harus diambil adalah
mengarusutamakan edukasi keuangan syariah secara sistemik dan berkelanjutan. Literasi
keuangan syariah perlu diperkenalkan sejak usia dini melalui kurikulum pendidikan formal
dan informal. Dalam konteks ini, media sosial, kanal YouTube, dan platform digital memiliki
peran penting sebagai media diseminasi pengetahuan yang menarik dan mudah dipahami.
Edukasi tidak boleh bersifat dogmatis, melainkan harus disesuaikan dengan konteks
kehidupan masyarakat modern yang dinamis dan kritis.
Selanjutnya, penguatan regulasi dan pengawasan juga menjadi kunci penting dalam menjaga
integritas industri keuangan syariah. Regulasi yang tegas namun adaptif akan menjamin
bahwa prinsip-prinsip syariah tetap dijaga di tengah derasnya arus inovasi. Dalam hal ini,
peran OJK, Bank Indonesia, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) perlu diperkuat agar
memiliki kapasitas dan independensi dalam mengawasi praktik lembaga keuangan syariah
secara menyeluruh.
Inovasi teknologi juga harus terus didorong agar produk-produk keuangan syariah tetap
relevan dan kompetitif. Digitalisasi layanan, pengembangan fintech syariah, serta
pemanfaatan blockchain dalam akad-akad syariah berpotensi memperluas akses masyarakat
terhadap layanan keuangan yang aman dan transparan. Namun, inovasi ini harus dibarengi
dengan penguatan keamanan digital serta peningkatan kemampuan masyarakat dalam
memahami dan mengelola risiko digital.
Tidak kalah penting, penguatan sumber daya manusia di bidang keuangan syariah
merupakan investasi jangka panjang yang harus dilakukan. Lahirnya tenaga profesional yang
tidak hanya paham terhadap prinsip syariah tetapi juga menguasai manajemen keuangan
modern akan mendorong efisiensi dan kualitas pelayanan. Di sisi lain, kolaborasi antara
lembaga keuangan syariah dan konvensional dapat memperluas akses dan mempercepat
transfer teknologi, selama nilai-nilai inti syariah tidak dikompromikan.
Pembangunan infrastruktur pasar yang mendukung pengembangan produk-produk syariah,
seperti sukuk retail, reksadana syariah, serta layanan mikro syariah di daerah tertinggal, juga
menjadi bagian integral dari strategi penguatan ekosistem keuangan syariah. Literasi keuangan syariah tidak akan berkembang jika infrastruktur layanan masih terpusat di kotakota besar dan tidak menjangkau masyarakat akar rumput.
Di atas semua itu, kepercayaan publik adalah fondasi utama dari keberlanjutan industri
keuangan syariah. Transparansi operasional, akuntabilitas lembaga, serta komunikasi yang
terbuka dan empatik dengan nasabah merupakan instrumen penting dalam membangun
reputasi dan loyalitas masyarakat. Sekali kepercayaan hilang, seluruh fondasi yang telah
dibangun selama puluhan tahun bisa runtuh dalam sekejap. Oleh karena itu, integritas dan
komitmen pada nilai-nilai syariah harus menjadi ruh dari setiap inovasi dan kebijakan yang
diambil.
Sebagai penutup, literasi keuangan syariah bukanlah sekadar upaya meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan berbasis syariah,
melainkan merupakan agenda strategis untuk mewujudkan keadilan ekonomi, kemandirian
umat, dan pembangunan bangsa yang berkelanjutan. Perjalanan panjang ini harus terus
dilanjutkan dengan sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, akademisi, masyarakat,
dan media. Tantangan memang besar, tetapi potensi yang dimiliki Indonesia sebagai negara
dengan populasi Muslim terbesar di dunia, menjadi modal utama untuk menjadikan negeri
ini sebagai pusat keuangan syariah global yang bermartabat, modern, dan inklusvitas.
Penulis: St. Rahmawati Syafnur, Andi Tasya Syawalia, Amanda Novita, Deviyanti Indriani,
Nurwahda Aulia Rifka, Anggreani Sudirman, Muh Ahwan Al Wahda, Faisal (para peserta
kegiatan Islamic Banking Outdoor Study 2025 kelompok 1)
Editor: St Rahmawati Syafnur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar