Opini terakhir dari kelompok lima membahas terkait;
"Tantangan Adopsi Fintech Syariah di Indonesia"
Perkembangan teknologi digital telah mendorong transformasi signifikan di sektor keuangan global, termasuk di Indonesia, melalui kehadiran financial technology (Fintech), Salah satu bentuk inovasi yang berkembang dalam ekosistem fintech nasional adalah fintech syariah, yaitu layanan keuangan digital yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah seperti keadilan, transparansi, dan larangan riba. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan fintech syariah. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa adopsi fintech syariah masih menghadapi berbagai tantangan yang kompleks.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa jumlah penyelenggara fintech peer-to-peer(P2P lending) berbasis syariah yang terdaftar dan berizin masih sangat terbatas dibandingkan dengan total pelaku industri fintech lending di Indonesia. Minimnya pelaku ini mengindikasikan rendahnya tingkat adopsi fintech syariah dibandingkan fintech konvensional. Salah satu tantangan utamanya adalah rendahnya literasi masyarakat mengenai keuangan syariah, terutama dalam konteks digital. Banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan mendasar antara produk fintech konvensional dan syariah, sehingga belum menjadikan fintech syariah sebagai pilihan utama.
Selain itu, tantangan lainnya mencakup keterbatasan modal dan kapasitas teknologi dari penyelenggara fintech syariah. kurangnya kolaborasi antara industri dan lembaga keuangan syariah tradisional, serta regulasi yang dinilai belum sepenuhnya mendukung inovasi yang sesuai dengan prinsip syariah. Di sisi lain, standar sertifikasi dan pengawasan dari lembaga syariah juga belum merata pada semua platform fintech syariah yang ada. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan mengkaji berbagai hambatan dalam adopsi fintech syariah di Indonesia. Kajian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi strategi pengembangan ekosistem fintech syariah yang lebih inklusif, berdaya saing, dan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Tantangan Adopsi Fintech Syariah
Meskipun fintech syariah memiliki potensi besar dalam mendukung inklusi keuangan di Indonesia, realitasnya masih jauh dari optimal. Dibandingkan dengan fintech konvensional yang berkembang pesat, jumlah penyelenggara fintech
berbasis prinsip syariah masih sangat terbatas. Kondisi ini menunjukkan adanya berbagai hambatan struktural dan kultural yang perlu dikaji lebih dalam.
1. Rendahnya Literasi Keuangan dan Digital Syariah
Salah satu tantangan mendasar adalah tingkat literasi keuangan syariah yang masih rendah. Banyak masyarakat, bahkan di kalangan Muslim, belum memahami konsep dasar keuangan syariah seperti mudharabah, musyarakah, atau wakalah. Apalagi ketika konsep tersebut dikombinasikan dengan platform digital, kebingungan semakin meningkat. Hal ini menyebabkan masyarakat cenderung memilih layanan fintech konvensional yang lebih dikenal dan dianggap lebih mudah diakses. Rendahnya pemahaman ini juga menghambat daya tarik pasar terhadap produk-produk fintech syariah, yang sebenarnya menjunjung transparansi dan keadilan transaksi.
2. Keterbatasan Dukungan Ekosistem Teknologi dan Pendanaan
Sebagian besar penyelenggara fintech syariah adalah pelaku usaha rintisan (startup) yang memiliki keterbatasan dalam akses permodalan, infrastruktur teknologi, dan kapasitas sumber daya manusia. Berbeda dengan perusahaan fintech konvensional yang telah menarik banyak investor dan memiliki skala operasional lebih besar, fintech syariah sering kali terhambat dalam memperluas layanannya. Akibatnya, penetrasi pasar fintech syariah cenderung stagnan dan kurang kompetitif, meskipun prinsip yang diusung berpotensi lebih inklusif dan etis.
3. Tantangan Regulasi dan Standarisasi Syariah
Secara regulatif, fintech syariah berada dalam posisi yang belum sepenuhnya diakomodasi oleh kebijakan yang spesifik dan memadai. Meskipun OJK dan DSN-MUI telah mengeluarkan sejumlah pedoman, masih ada kesenjangan dalam penerapan prinsip syariah secara konsisten pada produk dan sistem operasional fintech. Selain itu, belum adanya standar yang seragam mengenai sertifikasi dan pengawasan kepatuhan syariah mengakibatkan munculnya ketidakpastian di kalangan investor dan konsumen. Ketidakkonsistenan ini dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap keabsahan syariah dari layanan yang ditawarkan.
4. Kompetisi dan Persepsi Pasar
Persaingan dengan fintech konvensional menjadi tantangan signifikan bagi fintech syariah. Masyarakat umum sering kali memandang fintech syariah sebagai layanan yang terlalu terbatas, birokratis, atau kurang inovatif. Citra tersebut terbentuk karena kurangnya edukasi dan sosialisasi serta minimnya strategi pemasaran berbasis nilai value-based marketing yang mengedepankan keunggulan etis dan keadilan dari sistem syariah. Jika tidak ditangani dengan tepat, persepsi negatif ini akan terus melekat dan mempersempit peluang ekspansi fintech syariah di pasar yang lebih luas.
5. Keterbatasan Kolaborasi dengan Lembaga Keuangan Syariah Konvensional
Fintech syariah di Indonesia juga masih minim menjalin kolaborasi strategis dengan perbankan syariah atau lembaga keuangan mikro syariah. Padahal, sinergi antara fintech dan institusi keuangan syariah konvensional dapat memperluas jaringan layanan, meningkatkan akses ke pendanaan, dan mempercepat transformasi digital di sektor syariah. Kurangnya integrasi ini justru membuat pelaku fintech syariah berjalan sendiri, sehingga memperlambat akselerasi dan daya saingnya di tengah persaingan yang semakin ketat.
Kesimpulan dan Solusi
Fintech syariah memiliki peluang besar untuk berkembang di Indonesia, terutama karena dukungan demografis mayoritas Muslim dan meningkatnya kebutuhan akan layanan keuangan yang inklusif dan etis. Namun, realitas menunjukkan bahwa tingkat adopsi fintech syariah masih sangat rendah dibandingkan dengan fintech konvensional. Hal ini disebabkan oleh sejumlah tantangan seperti rendahnya literasi keuangan syariah, keterbatasan modal dan teknologi, regulasi yang belum optimal, serta persepsi pasar yang kurang mendukung.
Selain itu, kurangnya kolaborasi antara pelaku fintech syariah dan lembaga keuangan syariah tradisional turut memperlambat pertumbuhan sektor ini. Jika tantangan-tantangan tersebut tidak segera diatasi, maka potensi besar fintech syariah akan sulit diwujudkan secara optimal dalam mendorong inklusi keuangan dan memperluas jangkauan layanan keuangan berbasis nilai-nilai Islam di era digital.
Penulis; Selviani, Jingga Aprilia, Salsabia Nasruddin, Nur Lina, Nur Anjelina, Muh Fairuz Al Fajri, Irawan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar